BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pemanasan
global adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan bumi. Sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak
pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat ulah manusia.
Meningkatnya
suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan perubahan yang lain,
seperti naiknya permukaan laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem, serta perubahan jumlah pola prespitasi. Selain itu pemanasan global
akan berpengaruh terhadap hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya
berbagai jenis hewan.
Berdasarkan latar
belakang diatas saya selaku penulis tertarik untuk menuliskan sebuah makalah
atau tulisan bersifat deskriptif melalui penjabaran mengenai dampak dari efek
rumah kaca serta aktivitas yang menyebabkan adanya gas-gas rumah kaca melalui
sebuah makalah yang berjudul “Pemanasan Global”.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud pemanasan global?
2.
Apa saja
penyebab terjadinya pemanasan global?
3.
Apa saja dampak
dari pemanasan global?
4.
Bagaimana cara
mengatasi pemanasan global?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian dari pemanasan global.
2.
Mengetahui
penyebab terjadinya pemanasan global.
3.
Mengetahui
dampak dari pemanasan global.
4.
Mengetahui
cara-cara mengatasi pemanasan global.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pemanasan Global
Pemanasan
global adalah kenaikan suhu rata-rata di bumi yang disebabkan peningkatan emisi
gas rumah kaca yang menyelimuti bumi.
Suhu
rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat antara 2-5. IPCC menyimpulkan bahwa, “Sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.”
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju terhadap beberapa kesimpulan yang
dikemukakan IPCC tersebut. Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC
menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan
oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca
pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun
sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan
kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari
seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini
mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya
suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti
naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan
global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan
punah nya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal
yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke
daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik
di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi
atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada
pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
2.2 Penyebab Terjadinya Pemanasan Global
Pemanasan global dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.
Efek Rumah Kaca
Pada dasarnya
efek rumah kaca telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk melindungi
manusia. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup,
karena tanpanya makhluk hidup tidak akan dapat bertahan di bumi. Dengan suhu
rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59
°F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C
sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya,
apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan
pemanasan global. Berikut adalah faktor-faktor penyebab gas-gas rumah kaca yang
berlebihan di udara:
a.
Transportasi
Di kota-kota besar terdapat banyak
sarana transportasi. Semakin banyak sarana transportasi akan menyebabkan lalu
lintas semakin padat. Semakin padat lalu lintas akan menyebabkan tingkat polusi
semakin tinggi pula. Polusi-polusi tersebut mengandung gas-gas seperti karbon
monoksida, nitrogen oksida, belerang oksida, hidrokarbon dan partikel-partikel
beracun lainnya. Gas-gas tersebut jika bereaksi dengan oksigen akan
menghasilkan gas rumah kaca. Sebagai contoh, gas CO berubah menjadi CO2 jika bertemu oksigen di atmosfer.
b.
Industri
Aktivitas Industri banyak melibatkan
penggunaan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar untuk kegiatan industri. Aktivitas industri yang melibatkan pemakaian
bahan bakar fosil akan menaikkan konsentrasi gas CO2 di atmosfer
sehingga menambah emisi gas rumah kaca. Selain itu, aktivitas industri yang
melibatkan penggunaan senyawa CFC (Chloro Fluoro Carbon) juga berpotensi
menimbulkan efek rumah kaca. Penggunaan freezer, AC, cat semprot, serta hair
spray banyak menggunakan senyawa CFC yang sulit terurai jika terlepas di
atmosfer. Gas CFC dapat merusak lapisan pada ozon sehingga menyebabkan ozon
tersebut berlubang. Lapisan ozon adalah lapisan yang melapisi bumi dan
melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet dari matahari. Jika lapisan ozon
rusak, maka sinar ultraviolet dapat mudah menembus masuk ke dalam bumi sehingga
bumi akan bertambah panas.
c. Penebangan Hutan
Pada tahun
2007, Indonesia ditetapkan sebagai negara yang memiliki tingkat kehancuran
hutan tercepat di dunia. Hal itu disebabkan tindakan manusia yang terlalu
berlebihan dalam menggunakan pohon pohon di hutan. Forest Watch Indonesian mencatat
kerusakan hutan di Indonesia mencapai 2 juta hektare per tahun. Jika penebangan
hutan terus dilakukan, maka akan berdampak pada siklus daur udara, dimana kadar
udara CO2 akan semakin meningkat sementara kadar O2 akan
semakin menurun. Hal ini disebabkan tidak adanya tanaman yang menyerap gas CO2
sehingga mengakibatkan terjadinya
pemanasan global. Adanya penebangan hutan harusnya diimbangi dengan penanaman
hutan kembali sehingga hutan mampu menjalankan fungsinya dengan tepat.
d. Pertanian dan Peternakan
Pertanian dan
peternakan juga mempengaruhi adanya pemanasan global. Pada pertanian, terjadi
pembusukan anaerob dalam tanah sehingga melepaskan gas metana. Adapun ketika
panen terjadi pembusukan pada daun, batang, serta bagian lainnya yang akan
menghasilkan gas metana lebih tinggi dibandingkan sebelum ditanam. Selain itu,
pupuk dengan kandungan nitrogen yang sering digunakan dalam pertanian juga
memiliki kandungan metana. Adapun sektor peternakan menghasilkan emisi karbon
yang turut serta dalam pembentukan efek rumah kaca sehingga mempengaruhi
pemanasan global.
2.
Efek umpan
balik
Penyebab
pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan
balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan
air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang
menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan
akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri.
(Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan
relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi
menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer. Efek
umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian
saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra
merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila
dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi
infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek
netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa
detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail
ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil
bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model
iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada
peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif
(menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC
ke empat. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan
cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat
kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan
melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan
maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari.
Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang
mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan. Umpan
balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya
yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan
melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia
menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang
merupakan penyerap karbon yang rendah.
3.
Variasi
Matahari
Terdapat
hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan kemungkinan diperkuat
oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca
adalah meningkatnya aktivitas matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya
efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer . Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak
telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari
menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat
memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai
akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung
berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga
tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.mAda
beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari
mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan
dari Duke University memperkirakan bahwa matahari mungkin telah berkontribusi
terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900 - 2000,
dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model
iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap
efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari; mereka juga
mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga
telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan
dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh matahari sekalipun,
sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini
disebabkan oleh gas-gas rumah kaca . Pada tahun 2006 , sebuah tim ilmuwan dari
Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan
adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari matahari pada seribu
tahun terakhir ini. Siklus Matahari
hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil
untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood
dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan
variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output matahari
maupun variasi dalam sinar kosmis.
2.3 Dampak
Pemanasan Global
Para ilmuwan
ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global
terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia. Berikut adalah beberapa dampak yang disebabkan oleh pemanasan global:
1.
Iklim mulai
tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih
dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan
daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara
tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak
akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan
cenderung untuk meningkat. Daerah yang hangat akan menjadi
lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan
belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan
meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan
efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan
membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya
Matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini. Badai akan menjadi lebih sering.
Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah
akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan
mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
2.
Peningkatan
permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan
menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan
laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar
Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh
dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para
ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inci) pada
abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di
daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah
Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi
dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka
laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan
menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru
juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah
dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Everglades,
Florida.
3.
Suhu global
cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi
yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal
ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian selatan Kanada, sebagai
contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan
dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering
di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika
snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami,
akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan
dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4.
Gangguan
ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari
efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas
pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru
karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia
akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
5.
Dampak sosial
dan politik
Perubahan cuaca
dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai
dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul
penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran
ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (waterborne
diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor
(vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian demam berdarah karena
munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan
adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eqaedes
aegypti), virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten
terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu
bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan
terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal
ini juga akan berdampak perubahan iklim (c limate change) yang bisa berdampak
kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang/ kebakaran
hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) Gradasi
Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol
selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan
seperti asma, alergi, coccidioidomycosis, penyakit jantung dan paru kronis,
dan lain-lain.
2.4 Cara
Mengatasi Pemanasan Global
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya
gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan
menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini
disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi
gas rumah kaca.
1.
Menghilangkan
karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara
adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon,
terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang
sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon
dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level
yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit
sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang
lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah
untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Gas
karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan
menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk
mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi
juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam
sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah
satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang
terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer
sehingga tidak dapat kembali ke permukaan. Salah
satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan
bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi
industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan
untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada
abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi.
Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak
langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena
gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak
apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi
terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara.
2. Mengurangi Gas Rumah Kaca
Kerja sama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas
rumah kaca. Oleh karena
itu, dibutuhkan beberapa kesepakatan antar negara demi kebaikan seluruh manusia
di muka bumi. Adapun beberapa kesepakatan tersebut diantaranya adalah:
a. Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC)
Intergovernmental
Panel on Climate Change merupakan suatu organisasi dunia yang didirikan pada tahun 1988.
Anggotanya terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia. IPCC juga disebut
sebagai Dewan Iklim PBB. IPCC terdiri atas 195 anggota negara dunia serta
ribuan ilmuwan pakar internasional dengan tugas menganalisis perubahan iklim di
bumi dan menyarankan tindakan penanggulangan. IPCC bertugas untuk mengevaluasi
resiko terjadinya perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
b. Protokol Kyoto
Protokol Kyoto adalah persetujuan antar negara-negara
perindustrian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar
5.2% dibandingkan dengan tahun 1990. Tujuannya yaitu mengurangi rata-rata emisi
dari gas rumah kaca, diantaranya gas karbondioksida, metana, nitrous oxide,
sulfur heksaflorida, HFC dan PFC
c. Asia-Pacific Partnership on Clean Development
and Climate (APPCDC)
Asia-Pacific Partnership on Clean Development
and Climate diresmikan pada
Januari 2006 di Sydney, Australia. Kelompok ini terdiri dari 6 negara yang
memiliki tingkat pencemaran emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, yaitu
Amerika Serikat, Australia, Jepang, China, Korea Selatan, dan India. Enam
negara tersebut telah menghasilkan hampir setengah dari gas rumah kaca dunia.
APPCDC mengungkapkan bahwa program nasional mereka untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca akan membantu organisasi dari Protokol Kyoto dalam menangani
pemanasan global. APPCDC juga bekerja sama dengan pihak swasta dalam mengatasi
pemanasan global dan perubahan iklim dunia dengan cara mengembangkan teknologi
terbaru yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Pemanasan global dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.
Efek Rumah Kaca
2.
Variasi
Matahari
3.
Efek umpan balik
B. Dampak Pemanasan
Global
1.
Iklim mulai
tidak stabil
2.
Peningkatan
permukaan laut
3.
Suhu global
cenderung meningkat
4.
Gangguan
ekologis
5.
Dampak sosial
dan politik
C. Cara Mengatasi
Pemanasan Global
1.
Menghilangkan
karbon
2. Mengurangi Gas Rumah Kaca
Kerja sama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas
rumah kaca. Oleh karena
itu, dibutuhkan beberapa kesepakatan antar negara demi kebaikan seluruh manusia
di muka bumi. Adapun beberapa kesepakatan tersebut diantaranya adalah:
d. Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC)
Intergovernmental
Panel on Climate Change merupakan suatu organisasi dunia yang didirikan pada tahun 1988.
Anggotanya terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia. IPCC juga disebut
sebagai Dewan Iklim PBB. IPCC terdiri atas 195 anggota negara dunia serta
ribuan ilmuwan pakar internasional dengan tugas menganalisis perubahan iklim di
bumi dan menyarankan tindakan penanggulangan. IPCC bertugas untuk mengevaluasi
resiko terjadinya perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
e. Protokol Kyoto
Protokol Kyoto adalah persetujuan antar negara-negara
perindustrian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar
5.2% dibandingkan dengan tahun 1990. Tujuannya yaitu mengurangi rata-rata emisi
dari gas rumah kaca, diantaranya gas karbondioksida, metana, nitrous oxide,
sulfur heksaflorida, HFC dan PFC
f.
Asia-Pacific
Partnership on Clean Development and Climate (APPCDC)
Asia-Pacific
Partnership on Clean Development and Climate diresmikan pada Januari 2006 di Sydney, Australia.
Kelompok ini terdiri dari 6 negara yang memiliki tingkat pencemaran emisi gas
rumah kaca terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat, Australia, Jepang, China,
Korea Selatan, dan India. Enam negara tersebut telah menghasilkan hampir
setengah dari gas rumah kaca dunia. APPCDC mengungkapkan bahwa program nasional
mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca akan membantu organisasi dari
Protokol Kyoto dalam menangani pemanasan global. APPCDC juga bekerja sama
dengan pihak swasta dalam mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim dunia dengan
cara mengembangkan teknologi terbaru yang dapat mengurangi emisi gas rumah
kaca.
4.
DAFTAR RUJUKAN
LKS fisika kelas XI semester 2